Putusan MK Nomor 137/PUU-X III /2015, dalam amar putusan 4 menyatakan bahwa:
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Pasca putusan tersebut, terhadap produk hukum daerah ditingkat Kabupaten/Kota yang bermasalah (bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan), Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota, bukan lagi menjadi bagian dari executive review (Mendagri atau Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat) melainkan harus diputuskan melalui proses peradilan.
Hal ini memberikan konsekuensi pada dua arah:
Menteri Dalam Negeri selaku koordinator pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara nasional, Pasal 2 Ayat (1) PP Nomor 12 Tahun 2017, memiliki peran sentral dalam menjamin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara efisien dan efektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembatalan wewenang Menteri Dalam Negeri dan Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat melalui Putusan MK Nomor 137/PUU-X III /2015, menjadi suatu hal yang kontra produktif dengan peran sentral Menteri Dalam Negeri tersebut.
Namun, pembatalan wewenang Menteri Dalam Negeri dalam putusan MK tersebut tidak serta merta menghentikan upaya pengawasan terhadap produk hukum Kabupaten/Kota yang bermasalah. Disamping upaya evaluasi Rancangan Produk Hukum Daerah, masih terdapat satu mekanisme pengawasan yang dapat dioptimalkan. Yaitu, penguatan peran Kementerian Dalam Negeri selaku Instansi Pembina Jabatan Fungsional P2UPD yang didukung dengan peran Menteri Dalam Negeri dalam mengoordinasikan perencanaan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah lima tahunan (penentuan prioritas, sasaran dan target) dan tahunan (penentuan fokus, sasaran, dan jadwal).
Bagaimana mengoptimalkan peran P2UPD dalam pengawasan produk hukum daerah Kabupaten/Kota?
Pasal 1137 Permendagri Nomor 43 Tahun 2015 j.o. Permendagri Nomor 69 Tahun 2015 menyatakan bahwa “Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Secara organisasi, tugas pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Inspektorat III (Pasal 1163), Inspektorat IV (Pasal 1165), dan Inspektorat Khusus (Pasal 1167, untuk pengawasan yang sifatnya investigatif).
Pengawasan oleh Inspektorat III melingkupi pengawasan fungsional terhadap penyelenggaraan urusan Pemerintahan di Daerah di wilayah I meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Adapun pengawasan oleh Inspektorat IV melingkupi pengawasan fungsional terhadap penyelenggaraan urusan Pemerintahan di Daerah di wilayah II meliputi Provinsi Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sedangkan pengawasan oleh Inspektorat Khusus meliputi Kementerian dan Pemerintahan Daerah sesuai penugasan Inspektur Jenderal. Dengan demikian, pengawasan produk hukum kabupaten/kota dapat dilaksanakan oleh Inspektorat III dan IV berdasarkan wilayah yang dilingkupinya dengan terlebih dahulu menetapkan pengawasan produk hukum tersebut sebagai sasaran pengawasan dalam perencanaan lima tahunan dan tahunan. Adapun pengawasan oleh Inspektorat Khusus dapat bersumber dari pengaduan masyarakat, hasil pengawasan reguler oleh Inspektorat I-IV Itjen Kemendagri yang memerlukan klarifikasi dan pengusutan lebih dalam, dan pelimpahan dari K/L lainnya.
Penyusunan perencanaan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah lima tahunan dan tahunan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2017 (Pasal 12), apabila memasukkan muatan pengawasan produk hukum kabupaten/kota, akan menjadi acuan bagi APIP di Pusat dan Daerah sebagai upaya mengeliminir berbagai produk hukum bermasalah yang terlanjur diberlakukan, melalui pemberian rekomendasi hasil pengawasan APIP.
Pengawasan produk hukum daerah dalam bentuk peraturan daerah dan peraturan kepala daerah merupakan satu diantara berbagai butir kegiatan jabatan Pengawas Pemerintahan yang dibina oleh Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, disamping penguatan regulasi melalui penyusunan perencanaan pengawasan, penguatan Jabatan Fungsional Pengawas Pemerintahan merupakan langkah kongkret dalam upaya mengawasi berbagai produk hukum daerah bermasalah. Penugasan Pengawas Pemerintahan dalam melakukan pengawasan produk hukum daerah pasca pemberlakuannya merupakan hal yang sesuai dengan butir kegiatan dalam Jabatan Fungsional Pengawas Pemerintahan.
Penulis : M. Irsyad Sayuti / Pegawai Bagian Umum Inspektorat Jenderal
Editor : Supardi, S.IP, M.M